“Yaa!! Park Soo jin, apa yang sedang kau pikirkan? Ayo cepat.. kita sudah ditunggu klien!” Seorang gadis bertubuh kurus menarik tangan gadis bernama Soo jin tersebut.
Soo jin merasa sakit, namun rasa sakit itu tidak bisa mengalahkan luka yang ada di hatinya, “Yuna-ya..., apa yang akan kau lakukan jika laki-laki yang sangat kau cintai muncul kembali dalam mimpimu?? Dan ia telah memberikanmu kenangan yang terlalu sulit untuk kau lupakan, apa yang akan kau lakukan?”.
“Soo jin-a.. sadarlah!! Ia sudah tiada, apa kau akan terus begini?? Ini sudah terlalu lama, dan kau masih belum melupakannya?? Astaga.. Apa yang harus kulakukan agar membuatmu sadar, hah??” Yuna semakin meninggikan suaranya. Soo jin hanya terdiam lemah tak berdaya. Yuna segera mengajak Soo jin pergi meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan indah akan perjalanan cinta sahabatnya itu.
Dengan tergesa-gesa, mereka pergi ke boutique yang tidak jauh dari restoran Eropa tersebut. Dibawah lindungan payung, seseorang dari arah yang berlawanan menabrak Soo jin hingga buku-buku yang ia pegang berhamburan ke jalan.
“Ah..maaf maaf,” ujar seorang laki-laki.
Gadis yang tadi ditabraknya hanya terdiam. Saat hendak merapikan buku-bukunya yang terjatuh, lelaki tersebut dengan sigap mengambil dan membantu merapikannya.
“Saya mohon maaf sekali lagi” Ucap lelaki tersebut sambil
menatap gadis yang berdiri di depannya itu. Mata mereka bertemu. Selama
beberapa detik, mereka hanya terdiam saling menatap wajah masing-masing. Soo jin
menyelipkan helain rambutnya yang terurai, kebiasaan yang selalu ia lakukan
saat merasa gugup.
“Apa kau baik-baik saja?” tanyanya penuh dengan kecemasan.
“Ne, nan gwenchana.., terima kasih telah mengambilkannya. Saya
pergi dulu,” Soo jin segera beranjak meninggalkan lelaki yang tak kunjung
melepaskan pandangannya dari Soo Jin.
*****
“Yuna-ya, apa semua gaun telah siap?? Besok kita akan melakukan pemotretan, dan siapa nama fotografer itu? Soo Jin merapikan sketsa-sketsa yang tergeletak diatas meja kerjanya.
“Ohh.. itu, namanya Lee Seung Joon. Dan kau tahu, ada gossip yang mengatakan kalau ia sangat tampan,di usianya yang masih sangat muda ia berhasil meraih berbagai penghargaan internasional, tapi aku juga belum pernah melihat wajahnya. Semoga saja isu tersebut benar, aku tidak sabar menantikan hari esok,” Tanpa sadar Yuna menumpahkan teh di meja kerja Soo jin.
“Kim Yuna!!! Astaga, kau membasahi sketsaku, apa yang akan kau lakukan dengan koleksi untuk musim depan?” Soo jin menggoda sahabatnya yang satu itu. Namun Yuna segera melesat keluar ruangan dengan kecepatan seperti angin. Yuna dan Soo jin telah bersahabat sejak mereka masih berumur 6 tahun.
(flashback)
“Hai, namaku Kim Yuna,” Ucap gadis kecil dengan rambut berkuncir dua itu sambil mengulurkan tangannya.
“Hai, namaku Kim Yuna,” Ucap gadis kecil dengan rambut berkuncir dua itu sambil mengulurkan tangannya.
Tak ada respons dari gadis bernama Park Soo Jin itu. Ia masih
terhanyut dalam kertas di hadapannya.
Bukan Yuna namanya jika ia cepat menyerah. “Daebak… gambarmu bagus sekali. Aku ingin mengenakan gaun itu saat aku menikah nanti, Apakah kau mau membuatkannya untukku?”
Soo jin mengangkat wajah yang sedari tadi tertunduk karena terlalu fokus, “Maaf?”
“Apa kau mau membuatkan gaun itu saat aku menikah?,” Yuna mengulang apa yang baru saja dikatakannya.
“Apa kamu serius?,” Soo jin tidak menyangka seseorang mau mengenakan gaun yang ia baru saja gambar, kebahagiaan tersirat di wajah nya yang mungil itu.
“Tentu saja, aku tidak pernah melanggar janji yang kubuat,” jari kelingkingnya ia tautkan pada jari kelingking Soo jin.
“Yaksok,”
(flashback end)
Sifat Soo Jin dan Yuna memang bertolak belakang. Namun hal itulah yang membuat persahabatan mereka bertahan hingga sekarang. Bahkan Yuna rela meninggalkan impiannya untuk menjadi dokter dan memutuskan menjadi asisten pribadi Soo jin. Menurut Yuna, Soo jin seperti porcelain yang sangat rapuh, oleh karena itu sebagai sahabat yang juga merangkap pekerjaan sebagai kakak, ia akan selalu melindungi adik kecilnya itu.
Soo jin berniat pulang setelah semua pekerjaanya beres. Namun kejadian tabrakan tadi melintas dipikirannya. Setelah dipikir-pikir, ia merasa seperti pernah melihat pria yang menabraknya itu di suatu tempat. Tatapan mata tajam seakan hendak menerkam, tetapi tersimpan sebuah kehangatan dibalik semua itu. Sesuatu yang sangat ia rindukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar